VDC vs VPS: Panduan CTO Memilih Infrastruktur Cloud

Ketika CTO dihadapkan pada pilihan antara Virtual Private Server dan Virtual Datacenter, apa saja yang dipertimbangkan? Ini pelajaran langsung dari proses evaluasi yang nyata.
Awal dari Keputusan Besar
Dimas, CTO di perusahaan SaaS sektor logistik, tengah bersiap menghadapi tantangan besar untuk memastikan infrastruktur TI mereka mampu scale-up dalam waktu enam bulan. Dengan pertumbuhan klien yang pesat dan meningkatnya traffic, sistem pengelolaan aset digital yang mereka rancang harus tetap handal, aman, dan responsif di tengah lonjakan beban kerja.
Sebagai CTO yang pragmatis dan data-driven, Dimas mulai mengevaluasi kedua opsi secara objektif. Ia membandingkan kapabilitas skalabilitas, tingkat kontrol, fleksibilitas sumber daya, serta risiko teknis jangka panjang antara VPS tradisional dan arsitektur Virtual Data Center (VDC). Baginya, keputusan ini bukan sekadar soal harga melainkan tentang memastikan sistem tetap agile dan future-proof.
Langkah Pertama: Matriks Perbandingan
Tim Dimas menyusun 5 aspek utama yang menjadi fokus evaluasi:
Kriteria | VPS (Virtual Private Server) | VDC (Virtual Datacenter) |
Kontrol Jaringan | Terbatas, fixed IP & NAT | VLAN, Firewall granular, IP publik mandiri |
Resource Scaling | Tergantung paket | Fleksibel sesuai resource pool |
Multi-tenant Support | Tidak isolatif | Dipisahkan per VLAN |
Monitoring & Backup | Tambahan biaya / add-on | Native di portal Cloud Director Zettagrid |
Integrasi CI/CD | Sulit diotomasi | Mendukung API provisioning |
Langkah Kedua: Uji Performa & Resiliensi
Dimas mengalokasikan dua project yang identik untuk dijalankan secara paralel:
- Project A di VPS: Deploy app Node.js + DB MySQL
- Project B di VDC Zettagrid: Deploy dengan topologi serupa
Hasil dari load test:
Metode | Waktu Response (avg) | CPU Usage | Availability 48 jam |
VPS | 320ms | 88% | 97.2% |
VDC | 214ms | 63% | 99.9% |
“Di VDC, kami bisa tuning vCPU, mengatur storage IOPS, dan pakai snapshot VM untuk rollback, hal ini game changer buat kami.” Dimas, CTO
Langkah 3: Keamanan & Segmentasi
Saat membandingkan fitur keamanan, Dimas menemukan:
- VPS hanya menyediakan 1 layer NAT firewall
- VDC memungkinkan untuk membuat VLAN terpisah untuk staging & production.
Tim security merasa lebih tenang karena:
- VLAN terpisah dapat dengan mudah dikonfigurasi untuk memisahkan environment staging dan production, mencegah potensi interferensi dan memastikan isolasi sistem berjalan optimal.
- Tim dapat membangun DMZ (Demilitarized Zone) untuk memfilter lalu lintas eksternal dan internal, menjaga permukaan serangan tetap minimal.
- Akses pengguna kini dapat dikontrol dengan presisi melalui role-based access control (RBAC), memastikan hanya pihak yang berwenang yang dapat mengakses komponen sensitif.
Seluruh perubahan dalam konfigurasi jaringan dan akses tercatat secara otomatis melalui audit log portal Cloud Director sehingga meningkatkan transparansi dan memudahkan proses audit internal.
Langkah 4: Biaya Lebih Tinggi atau Lebih Efisien?
Awalnya, solusi VDC memang tampak lebih tinggi dibandingkan VPS. Namun setelah dilakukan perhitungan menyeluruh terhadap Total Cost of Ownership (TCO) termasuk risiko downtime, keterbatasan skalabilitas, dan biaya keamanan tambahan terlihat jelas bahwa VDC justru memberikan efisiensi biaya dalam jangka menengah hingga panjang.
Setelah enam bulan berjalan, hasilnya jelas: penggunaan VDC justru menghemat 18% dibanding total biaya operasional VPS dengan setup serupa. Dengan fleksibilitas resource pool, tanpa biaya tambahan per IP, dan backup harian yang sudah termasuk, VDC terbukti bukan hanya solusi teknis yang lebih unggul namun lebih efisien secara finansial.
Keputusan Akhir: Migrasi Penuh ke VDC
Setelah melakukan analisis menyeluruh, Dimas membawa hasil evaluasinya ke forum strategis tertinggi perusahaan: board meeting. Ia menjelaskan bahwa di tengah pertumbuhan jumlah klien dan kompleksitas sistem, pendekatan infrastruktur tidak bisa lagi bersifat reaktif.
“Skala layanan yang semakin besar menuntut kontrol dan fleksibilitas yang lebih tinggi. Infrastruktur tidak boleh jadi penghambat pertumbuhan, tapi harus menjadi akseleratornya.”
Dengan pendekatan Virtual Data Center (VDC), Dimas menunjukkan bagaimana tim DevOps dapat bekerja lebih efisien dan aman tanpa terbebani batasan teknis yang selama ini mereka temui di platform VPS.
Ia menekankan tiga poin kunci yang menjadi highlight dalam presentasinya:
- Kontrol penuh terhadap sumber daya dan segmentasi jaringan melalui VLAN dan ACL.
- Fleksibilitas dalam deployment, termasuk isolasi environment dan pengelolaan resource pool yang dinamis.
- Keamanan operasional meningkat, didukung role-based access dan audit log terintegrasi.
Dengan data dan proyeksi ROI yang kuat di tangan, Dimas meyakinkan manajemen bahwa VDC bukan hanya keputusan IT—tetapi bagian dari strategi pertumbuhan bisnis jangka panjang. Board menyetujui rencana migrasi penuh ke VDC dalam tiga bulan berikutnya.
Rekomendasi untuk Perusahaan Lain:
- Uji langsung, jangan hanya bandingkan harga
- Evaluasi bukan hanya dari sisi compute, tapi juga networking & operation
- Virtual Data Center (VDC) merupakan pilihan ideal bagi organisasi yang membutuhkan infrastruktur yang scalable, mampu mendukung isolasi proyek secara terstruktur, dan dilengkapi dengan lapisan keamanan yang lebih dalam. Solusi ini dirancang untuk tim IT modern yang mengutamakan efisiensi tanpa mengorbankan kontrol.
Infrastruktur Bukan Lagi Sekadar Hosting
Uji coba sekarang, rasakan langsung keunggulannya!
Konsultasikan kebutuhan Anda dengan tim teknis kami dan temukan konfigurasi yang paling sesuai untuk pertumbuhan bisnis Anda.
Coba Gratis sekarang di zettagrid.id