Posts

Serangan Siber Yang Mengancam Selama Pandemi COVID-19

serangan siberSerangan Siber Yang Mengancam Selama Pandemi COVID-19

 

Saat pandemi COVID-19 mendominasi awal tahun 2020, Anda pasti tahu betul seperti apa rasanya ketika segala aktivitas sehari-hari kemudian dialihkan secara daring. Mulai dari kegiatan perkantoran, belajar mengajar, hingga layanan kesehatan yang beralih online, pastinya gaya hidup masyarakat (atau bahkan Anda) pun telah berubah karena penggunaan internet, sehingga kebutuhan teknologi satu ini tidak boleh lagi dianggap sebelah mata.

Menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2019 – Q2 2020, sebanyak 73,7 persen dari total populasi masyarakat di Indonesia telah terkoneksi dengan internet. Itu berarti pengguna aktif internet di Indonesia telah mencapai 196,71 juta dari 266,91 juta jiwa.

Pandemi menjadi celah pelaku serangan siber

serangan siber

(Sumber: thomaguery from Getty Images)

Bukan hanya penggunaan internet saja yang melonjak, namun penetrasi serangan siber pun nyatanya ikut meningkat selama pandemi lalu. Melihat ratusan juta pengguna telah terkoneksi dengan internet, membuka peluang bagi pelaku kejahatan siber untuk melancarkan aksinya. Menurut Badan Siber Sandi Negara (BSSN), sekitar 88.414.296 serangan digital ditemukan di Indonesia antara 1 Januari 2020 hingga 12 April 2020.

Jumlah serangan siber ini jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Kaspersky mengatakan layanan dan situs yang paling diserang selama pandemi adalah situs-situs populer dan vital, seperti situs pemerintahan dan Pendidikan. Tak hanya itu, Microsoft juga melaporkan serangan siber selama pandemi juga turut menyerang industri-industri yang bertugas menanggulangi pandemi, seperti industri Kesehatan, finansial, hingga transportasi.

Kekhawatiran akan COVID-19 membuka peluang serangan siber

serangan siber

(Sumber: Markus Spiske from Pexels)

Hal tersebut diakibatkan mengingat ketidakstabilan dan kecemasan yang ditimbulkan pandemi untuk melancarkan serangan digital. Sehingga Jurgen Stock, Sekretaris Umum Interpol, pun berpendapat jika para hacker memanfaatkan momentum ini untuk menyerang korbannya. Lalu, serangan siber seperti apa yang ramai digencarkan hacker?

Simak tiga jenis serangan siber menurut rekapitulasi BSSN Insiden Web Defacement Januari 2020 – April 2020 berikut ini:

1. Serangan Phishing

(Sumber: magann from Getty Images)

Selama pandemi COVID-19, serangan siber satu ini banyak ditemui di dunia. BSSN mencatat serangan phishing telah menjerat korbannya di Februari 2020 hingga Maret 2020 dengan kasus yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pada 14 Maret 2020, email phishing berisikan Blackwater malware diberitakan telah menyerang banyak pengguna di seluruh dunia. Sedangkan, Pada 20 Maret 2020, serangan phishing melalui website telah ditemukan di Inggris. Dengan menggunakan alamat web uk-covid-19-lega.com, pelaku berhasil mencuri informasi pribadi dan kredensial rekening bank korbannya.

Adanya situasi ini, tentu individu maupun perusahaan harus waspada akan serangan phishing. Dengan mengambil langkah hati-hati dan mempersiapkan strategi keamanan yang lebih baik, risiko serangan siber satu ini pastinya dapat diminimalisir semaksimal mungkin.

2. Malware Trojan menjadi andalan Hacker

serangan siber

(Sumber: brightstars from Getty Images Signature)

Pada awal pandemi tahun 2020 lalu, kasus serangan malware banyak ditemukan di seluruh dunia. Serangan malware yang paling populer menurut BSSN adalah trojan yang disisipkan melalui email dan website. Sistem penyamarannya pun sama seperti serangan phishing, pelaku banyak menyamar sebagai lembaga kesehatan seperti WHO hingga penyedia obat COVID-19. Dengan demikian, korban pun terperangkap pada jeratan pelaku dan menyerang sistem komputer korban. 

Melihat kasus serangan siber satu ini, tentu pengusaha dari beragam bisnis harus bisa mengantisipasinya. Dengan menggunakan solusi yang tepat untuk melindungi sistem komputer dan data bisnis, risiko kerusakan dan kehilangan data baik di komputer maupun di software seperti Office 365, bisa diminimalisir semaksimal mungkin.

3. Ransomware banyak disisipkan melaui email 

(Sumber: AndreyPopov from Getty Images)

Pada pandemi tahun lalu, BSSN mencatat Ransomware sebagai salah satu serangan siber yang populer di Australia dan Amerika Serikat. Dengan disisipkan melalui email yang melampirkan file berjudul “CORONAVIRUS.COVID-19.vbs”, pengguna yang mengkliknya pun berhasil terperangkap dalam jebakan Ransomware. Tak hanya itu saja, Ransomware pun bahkan dilaporkan muncul ketika hacker menyerang menggunakan Xerxes Bot. Melalui Banking Trojan yang bisa dikendalikan secara remote, serangan siber satu ini pun bereskalasi menjadi Ransomware di sistem komputer korban.

Bila bisnis Anda aktif menggunakan komputer dan internet, pastinya Anda menganggap jika Ransomware sangat mengkhawatirkan. Bukan hanya berisiko untuk membayar tebusan, bahkan sistem dan data pun bisa terinfeksi dengan malware lainnya. Sehingga ketika suatu saat malware bawaan tersebut bereskalasi, maka tidak menutup kemungkinan sistem dan data bisnis Anda akan terhapus. Untuk itu strategi keamanan yang baik perlu dipersiapkan oleh bisnis. Sehingga ketika serangan siber menyerang bisnis, Anda bisa mengantisipasi risiko kehilangan data bisnis. Tapi, sudahkah #SolusiYangAda cukup untuk menjaga data bisnis Anda, terutama di Office 365?

Nantikan artikel selanjutnya untuk menyelamatkan bisnis Anda dengan #SolusiYangAda. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut tentang solusi cloud kami, hubungi kami di sini atau ke sales@arupa.id.

Object Storage Bisa Digunakan Untuk Apa Saja?

object storage bisa digunakanObject Storage Bisa Digunakan Untuk Apa Saja?

Perkembangan Cloud Computing telah membuka peluang bagi pemanfaatan Object Storage sebagai solusi penyimpanan terbaru di kalangan pengusaha. Dengan melihat pertumbuhan data digital yang kian masif di kalangan industri, Object Storage pun diyakini menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut. Sehingga, tak mengherankan jika saat ini mulai banyak penyedia layanan cloud berkompetisi dalam menawarkan solusi layanan Object Storage.

Secara umum, Object Storage memiliki konsep penyimpanan dan cara akses yang berbeda dengan Block Storage. Pada Block Storage, data yang akan disimpan diorganisasikan sebagai blok-blok data dengan ukuran tertentu. Block Storage biasanya di-install pada On-Premise dan menggunakan protokol seperti Small Computer System Interface (SCSI) dalam jaringan fiber SAN untuk terhubung ke file system di komputer atau server, walaupun sekarang sudah berkembang Internet Small Computer Systems Interface (iSCSI) yang merupakan penghubung Block Storage melalui jaringan biasa. Sedangkan pada Object Storage, data atau file yang disimpan akan dianggap sebagai satu objek yang disimpan bersama dengan metadatanya. Storage ini dapat di-install di cloud maupun On-Premise. Akses Object Storage yang populer adalah menggunakan protokol S3 (melalui jaringan). Aplikasi-aplikasi yang mendukung protokol S3 dapat mengakses Object Storage dengan mudah melalui jaringan internet.

Skala penyimpanan Object Storage yang mampu mencapai bilangan exabytes pun bahkan dapat disesuaikan dengan beragam contoh kasus. Bagi Anda yang belum mengetahui potensi penggunaan Object Storage, mungkin beberapa poin dari IDC Data Age 2025 ini bisa menjadi referensi Anda. Penasaran seperti apa? Simak selengkapnya di bawah ini:

1. Penyimpanan data yang tidak terstruktur

object storage bisa digunakan

(Source: Metamorworks from Getty Images Pro)

Menurut wowcrack.com, jika bisnis Anda banyak menyimpan data seperti musik, foto, gambar grafis, streaming instrument data, webpages, PDF, PowerPoint presentation, hingga konten blog, maka Anda perlu sadari bila bisnis tengah menyimpan jenis data yang tidak terstruktur. Data yang tidak terstruktur pada umumnya tidak mudah untuk diklasifikasi dan dimasukan ke dalam sebuah kotak dengan rapi, sehingga tidak dapat menghasilkan nilai jika tidak diolah dengan benar.

Sistem penyimpanan Object Storage sangat cocok untuk jenis data satu ini. Dengan mengelola metadata bersama objek, pengusaha akan jauh lebih mudah dan efisien dalam menyimpan dan mengakses  aset medianya. Tak hanya itu, menumpuknya data yang tidak terstruktur pun bahkan bisa memberi beban pada tempat penyimpanan tradisional perusahaan. Oleh sebab itu, solusi Object Storage yang bisa diskalakan hingga bilangan exabytes, hadir untuk mengatasi masalah tersebut.

2. Backup dan Recovery

object storage bisa digunakan

(Source: juststock from Getty Images)

Dengan munculnya beragam produk dan layanan digital, bisnis dan konsumen tentu mengharapkan pelayanan yang selalu aktif setiap waktunya. Namun, jika masalah seperti human error dan serangan siber datang mengganggu aplikasi bisnis, secara otomatis operasional layanan pun akan terhambat.

Menjalankan strategi Backup dan Recovery data bisa menjadi pilihan untuk meminimalisir risiko tersebut. Jadi, ketika bisnis mengalami kehilangan data akibat dua kendala tadi, data pun dapat kembali seperti semula mengingat Backup telah rutin dilakukan oleh bisnis.

Object Storage juga bisa digunakan untuk kebutuhan Backup dan Recovery data. Dengan menggunakan layanan satu ini, pengusaha bisa menyimpan data sekundernya untuk jangka waktu yang lama. Tak hanya itu, beberapa penyedia layanan juga mendukung instant achiving untuk menyalin Backup data dari penyimpanan Backup utama ke layanan Object Storage. Sehingga, layanan ini mampu meningkatkan perlindungan data jika penyimpanan Backup utama mengalami kendala.

3. Mengarsipkan Data

(Source: gyro from Getty Images)

Menyimpan atau mengarsipkan data tentu sangat penting untuk dilakukan oleh perusahaan manapun. Terlebih, jika data-data tersebut memiliki potensi untuk pengembangan layanan dan perusahaan, pastinya pengarsipan pun diperlukan agar data tetap terjaga. Namun jika seiring waktu perusahaan terus berkembang dan data yang dihasilkan terus bertambah, tentunya ini akan membutuhkan kapasitas penyimpanan data yang lebih besar. Sekalipun Anda perlu menambah dan membeli hardware baru untuk meningkatkan sistem pengelolaan data, ini akan membutuhkan biaya yang besar. 

Untuk itu, solusi seperti Object Storage hadir untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan kapasitas penyimpanan yang bisa diskalakan hingga bilangan exabytes, Object Storage bisa digunakan untuk mengarsipkan data dan file yang terus dihasilkan oleh perusahaan. Anda juga tidak perlu khawatir akan investasi hardware lainnya, karena penggunaan Object Storage hanya membutuhkan investasi OpEx, sehingga anggaran perusahaan dapat dialokasikan secara efektif.

4. Aplikasi Cloud Native

(Source: alengo from Getty Images Signature)

Di masa kini, pengembangan aplikasi menjadi upaya penting bagi bisnis untuk terus memperbarui solusi dan layanannya. Untuk itu, sebuah penyimpanan data dan platform pengembangan aplikasi yang efisien dan ekonomis pun diperlukan oleh pengusaha untuk memaksimalkan upaya tersebut.

Object Storage bisa digunakan untuk kebutuhan tersebut. Dengan menghubungkan langsung aplikasi ke sistem penyimpanan Object, ini akan memungkinkan data untuk diskalakan secara efektif seiring aplikasi bisnis tumbuh dengan jumlah penggunanya.

Saat ini, Arupa Cloud Nusantara sebagai perusahaan penyedia solusi cloud computing lokal di Indonesia menyediakan layanan baru yaitu Arupa Object Storage (AOS). Dengan AOS Anda dapat dengan mudah mengakses serta membagikan file object Anda. Selain itu AOS juga kompatibel dengan protocol S3 API. Jika Anda berminat atau ingin mendapatkan informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi kami di sales@zettagrid.id.

5 Workloads That Potential for Cloud Adoption

cloud adoption5 Workloads That Potential for Cloud Adoption

 

Since pandemic COVID-19 spread a year ago, business industry from all over the world had to decide to implement a remote working system for their company. Some of them might succeed to adapt to its working system, but for some, it might be a challenge for their workloads. Therefore, technology like cloud adoption is needed to support companies’ work-from-home requirements. With its agility and flexibility, the cloud can maintain business continuity and build business resilience while working from home.

However, adopting cloud only to store and manage data is not enough to maintain business during COVID-19. Besides of data, some workloads are also needed to support enterprises in work collaboration and communications. Therefore, enterprises should consider cloud adoption to deploy them, so businesses can achieve the best remote working system during this pandemic. Then, what are the workloads that should be moved to the cloud?

A Vice President (VP) Analyst at Gartner, Ed Anderson, has listed five workloads that might be potential for cloud adoption.  Read them below to gain insights in maintain business during remote working:

1. Collaboration Tools

cloud adoption

(Sumber: dr.digitex from Freepix)

During pandemic, the demand for collaboration tools is increased for remote workers. With easy access and various features to enable remote teams to communicate and working on the same project together, those tools have offered the company productivity while working remotely. Therefore, this solution might be potential for cloud adoption.

Microsoft Office 365, iWork, and Google G Suite are three examples of cloud-based collaboration. The broad and horizontal applicability of these applications has proved of how well-suited cloud-based collaboration is for cloud delivery. Not only that, but the advancement of cloud-based collaborations also enabled more access for business while working remotely. That’s why enterprises should consider this option for the best collaborative tools.

2. Video Conference

(Sumber: AndreyPopov from Getty Images)

During pandemic, video conferencing has become the major communication tool for organizations. With the simple features, easy, and fast access, people now are using video conference not only to communicate with friends and family, but business is also included in it.

That’s why, as the remote workers increased, the demand for video conferencing doubled or even tripled in some markets. With the massive number of its usage even for business needs, of course, it will cause the immense demand for networking bandwidth. Hyperscale cloud providers can be a solution to deliver this solution. With its flexibility and high scalability, video conferencing can be potential for cloud adoption.

3. Virtual Desktop 

(Sumber: Pinkypills from Getty Images)

According to doubleoctopus.com, Virtual Desktop is an operating system and accompanying applications that are hosted on a server and made accessible to an endpoint. It is typically accessed through client software installed directly on an endpoint, and it can be used to enable the user to interact with each other. Therefore, this technology becomes one of the important tools for remote workers while working from home.

With the rising demand of its usage, cloud adoption can be a solution to deploy Virtual Desktops. While often delivered as a data center service, cloud-based desktop virtualization has become mainstream and provides stable and scalable control points than traditional data-center-based solutions.

4. Scale-out applications

(Sumber: pikisuperstar from Freepik)

According to technopedia.com, scaling-out is the IT strategies that increase the processing power and storage capacity of systems. So, if the applications need to be scaled-out, it means the applications could get benefit from adding additional resources to satisfy increases in demand.

Hyperscale cloud adoption can be a good choice to deploy scale-out applications. With the easy transition for enterprises to migrate their applications to the cloud, companies can grow their cloud at their own pace and hosting applications with variable usage or scale-out requirements.

5. Disaster Recovery  

(Sumber: olm26250 from Getty Images)

According to Gartner, 50% of organizations will increase their budget for cloud-based Disaster Recovery (DR) solutions by 2023. It can be predicted, as DR offers the cost-effectiveness of using a pay-per-use environment to support unexpected failover. That’s why, if your company needs a solution that can prevent the risk of downtime and can maintain business continuity at the same time, a cloud adoption for Disaster Recovery might be the best choice for your business. 

At Zettagrid we offer Disaster Recovery as a Service like secondsiteDR to support businesses in achieving their business continuity. With the High Availability and RTO below 15 minutes, Disaster Recovery can help the business to reduce downtime caused by disaster or even human errors. 


If you have any further questions about our solution, you can contact us here or through sales@zettagrid.id.

Solusi Untuk Mencegah Downtime Pada Data Center

solusi untuk mencegah downtimeSolusi Untuk Mencegah Downtime Pada Data Center

Seiring berkembangnya teknologi digital, infrastruktur penyimpanan dan pengolahan data seperti data center menjadi kebutuhan yang wajib dimiliki oleh berbagai organisasi. Dengan adanya infrastruktur ini, akses server data, aplikasi, maupun website dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Tak hanya itu, kecepatan akses hingga skalabilitas penyimpanan datanya yang tinggi pun bahkan bisa memicu berkembangnya layanan bisnis. Sehingga tak mengherankan jika infrastruktur ini banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri.

Meskipun pemanfaatan data center membawa keuntungan bagi pengusaha, nyatanya infrastruktur satu ini juga kerap mengalami downtime. Jika bisnis Anda menggunakan infrastruktur data center, Anda pastinya tahu betul downtime berpotensi menjadi ancaman bagi keberlangsungan bisnis. Bahkan menurut riset yang dilakukan statista.com, downtime akibat kegagalan hardware yang terjadi di berbagai organisasi sepanjang 2020 lalu ditaksir merugi hingga 301.000 US Dollar. Dengan angka tersebut, tentu dapat dibayangkan jika kendala tersebut mampu membawa dampak buruk bagi kelangsungan perusahaan.

Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan beberapa hal untuk mencegah terjadinya kerugian tersebut. Beberapa tips di bawah ini bisa menjadi solusi untuk mencegah downtime pada data center akibat kegagalan hardware:

1. Menggunakan sumber daya yang andal

Sumber: Bret Sayless from Pexels

Untuk mencegah kerugian akibat downtime, pengusaha bisa mulai memilih sumber daya yang andal untuk data center. Pemilihan ini bisa menyangkut infrastruktur dan penyedia layanan solusi IT untuk menjamin operasional sistem. Sehingga ketika downtime terjadi, operasional bisnis bisa tetap berjalan seperti normal kembali.

Tak cukup itu saja, power supply yang stabil, perlindungan terhadap kebakaran, environment control, pendingin ruangan, hingga fitur keamanan data center pun menjadi sumber daya lain yang perlu diperhatikan. Sebab dengan memaksimalkan pemeliharaan beberapa sumber daya tersebut, risiko downtime karena kegagalan hardware, bencana, ataupun human error dapat diminimalisir sebaik mungkin.

2. Pemeliharaan secara berkala

solusi untuk mencegah downtime

Sumber: Zhuyufang from Getty Images Pro

Pemeliharaan secara berkala bisa menjadi solusi untuk mencegah downtime pada data center. Dengan memperhatikan sumber daya lainnya untuk pengalihan listrik, data center dapat tetap bekerja sebagaimana mestinya ketika sumber listrik utama mati. Misalnya, ketika listrik dari PLN mati, perusahaan masih bisa menggunakan sumber daya lainnya untuk menjalankan data center.

Tak hanya itu saja, memonitor pendingin ruangan data center dan generator secara berkala juga diperlukan oleh perusahaan. Sebab jika departemen IT Anda melewatkan aktivitas satu ini, data center berpotensi cepat rusak hingga menimbulkan downtime akibat generator dan perantinya yang terlalu panas. Bisnis pun bisa berakhir dengan merogoh kocek yang tidak sedikit untuk memperbaiki hardware.

3. Memonitor Data Center

solusi untuk mencegah downtime

Sumber: Gorodenkoff from Shutterstock

Memelihara data center tentu tidak bisa dilakukan secara sembarang. Oleh karenanya, melakukan manajemen data center sangat penting bagi perusahaan. Anda bisa mulai mencari tahu apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai pemeliharaan yang sesuai prosedur. Selain itu, manajemen waktu juga menjadi kunci untuk pemeliharaan tersebut. Jadi, jika pemeliharaan dilaksanakan setiap 120 hari, Anda bisa mengalokasikan 10% (12 hari) dari waktu tersebut untuk melakukan perbaikan.

Merinci hasil pemeliharaan data center juga tidak boleh terlewatkan. Ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa kemungkinan masalah yang terjadi pada data center. Dengan proses tersebut, perusahaan bisa mengambil tindakan selanjutnya untuk mencegah potensi dan risiko downtime di masa yang akan datang. 

Namun jika Anda menggunakan penyedia layanan cloud, waktu dan potensi downtime bisa direspon dengan lebih cepat oleh tim support. Bahkan, hasil dan analisa penyebab downtime juga dilaporkan oleh penyedia layanan. Sehingga, organisasi tidak perlu repot mengidentifikasi downtime pada data center.

4. Menggunakan Virtual Data Center yang High Availability

Sumber: baranozdemir from Getty Images Signature 

Menggunakan Virtual Data Center (VDC) bisa menjadi solusi untuk mencegah downtime. Dengan kapasitas  penyimpanan yang High Availability dan Redundant Power, pengusaha bisa lebih memitigasi risiko downtime. Tak hanya itu, pemanfaatan VDC juga dapat menggeser investasi CapEx ke investasi OpEx yang lebih dinamis. Jadi, ketika bisnis perlu untuk meningkatkan skalabilitas dan dayanya, pengusaha tidak lagi memerlukan biaya pembelian atau pemeliharaan hardware.

Selain High Availability dan efisien, menggunakan layanan VDC juga memudahkan bisnis untuk mengerjakan hal lainnya. Jadi, ketika infrastruktur memerlukan pemeliharaan atau peningkatan kapasitas sistem, tenaga ahli layanan VDC akan mengerjakannya untuk perusahaan Anda. Bisnis pun bisa lebih fokus dan menghemat anggaran, karena tidak lagi perlu merekrut tenaga kerja untuk memelihara infrastruktur data center.

5. Menjalankan skenario Disaster Recovery

Sumber: baranozdemir from Getty Images Signature 

Tak hanya pada bencana, skenario Disaster Recovery juga bisa menjadi solusi untuk mencegah downtime.  Dengan mengaktifkan skenario failover ketika terjadi downtime, semua VM yang telah direplikasi di cloud akan dikirimkan ke On-Premise untuk penggunaan resource. Sehingga, Anda tidak perlu cemas ketika kendala terjadi, karena Disaster Recovery mampu menjamin operasional bisnis dapat berjalan secara maksimal.

Namun demikian, memilih layanan Disaster Recovery juga tidak bisa dilakukan sembarangan. Beberapa pertimbangan juga perlu untuk diperhatikan oleh bisnis, agar skenario layanan tersebut dapat berjalan optimal. Pada artikel sebelumnya, sempat dijelaskan jika beberapa aspek seperti performa layanan Disaster Recovery, Recovery Time Objective (RTO), Recovery Point Objective (RPO), jaminan konsistensi, hingga lokasi sangat berpengaruh terhadap layanan. Sehingga jika Anda perlu untuk menggunakan Disaster Recovery sebagai solusi untuk mencegah downtime, ada baiknya beberapa aspek tersebut diperhatikan lebih dulu.

Zettagrid Indonesia merupakan penyedia layanan Cloud berbasis Infrastructure as a Service (IaaS) di Indonesia. Dengan menyediakan layanan berupa Virtual Data Center (VDC), Backup as a Service (BaaS), dan Disaster Recovery as a Service (DRaaS), Zettagrid berkomitmen untuk membantu pengusaha bertransformasi di era digital. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, hubungi kami di sini atau melalui sales@zettagrid.id.

Cloud Managed Services Advantages to Your Business

cloud managed servicesCloud Managed Services Advantages to Your Business

 

As data and information have an impact on your business development, storage is needed to store all those enterprise-critical assets. Cloud can be a solution to solve that need. With the compatibility and automation that it gave, the cloud can store critical data safe and efficiently.

However, deciding to choose cloud without comprehensive management, will make business susceptible to security threats, data loss, and even costly downtime. Whether you have a multi-tenant or hybrid cloud environment, a cloud expert is needed to help businesses achieve the maximum cloud management. That’s why, the cloud managed services provider can be a solution for enterprise data management, considering they had extensive cloud knowledge to support your environment, fill in management gaps, and provide cloud compliance services.

What is cloud-managed service?

According to agileit.com, cloud-managed services refer to outsourcing daily IT management for cloud-based services and technical support to automate business operations. 

So, if the business’s internal IT departments don’t possess the skills to effectively monitor and maintain a cloud environment, the cloud managed services provider will help the enterprise to manage cloud security, computing, storage, network operations, application stacks, and more. Not only that, but the managed services can also handle monitoring and reporting, performance testing, backup and recovery, and more. Therefore, enterprises shouldn’t be worried more if IT issues come up.

Outsourcing IT management to the cloud can also bring some advantages for enterprises. Curious to see what are them? Read them below here:

1. Predictable and cost savings

Hiring a full-time IT department to handle storage management would be expensive and often unnecessary for small to medium-sized businesses (SMB). That’s why outsourcing cloud-managed services is here to help businesses reduce costly network maintenance costs.

By using a managed service provider like Zettagrid Indonesia, businesses can save thousands each year in the cost of an in-house IT department. Not only that, with the flexibility of cloud-managed service, the enterprise also can decide how much they’re willing to pay for IT service and still have a consistent monthly bill.   

2. Custom and integrated services

Did you know? Cloud-managed services are flexible. It can be said as some providers offer pay-per-service or payment plans. That’s why it enables the enterprises to focus on investment in other business growth.

Not only that, but cloud-managed services also offer a converged solution, which produces, even more, cost savings. These converged solutions may include security protection, network monitoring, or even the setup of a new service area. So, business will have integrated services from the vendor.

3. Centralized network services and applications

By adopting a managed cloud network, the provider will manage all applications and servers in Data Center. So, if the network availability is increased, the network users can access centralized data within the same network including virtual services, storage, and backup. Therefore, this service will force employees to maintain their productivity while working remotely.

4. Coverage on all service levels

Cloud service providers offer better control over service levels, performance, and maintenance. With a comprehensive service-level agreement, your business will gain service continuity. Not only that, the longer you work with a cloud managed services like at Zettagrid Indonesia, the more familiar we become with your network, leading to faster issue response times.

5. Prepared to manage the latest technology

Migrating to a cloud environment might be the first step to develop your business. But for next, you might need to reduce or even increase its scalability to expand your business. By hiring an in-house IT staff, your IT department will have to spend more money and time for training when a cloud, new technology, or required upgrade gets released.

But if the company decides to use a cloud managed services provider, it will be easier for the company to develop its technology and service, considering cloud technicians are already prepared to manage those.

Zettagrid Indonesia is one of the cloud computing service providers of Infrastructure as a Service (IaaS) that offers Virtual Server, Virtual Datacenter, Backup as a Service (BaaS), and Disaster Recovery as a Service (DRaaS). If you have any further questions about cloud computing solutions, you can contact us here or by sales@zettagrid.id.

Nikmati Paket Hemat File Sharing Tanpa Batas Hingga 90% 

file sharing 90%Tahun Baru Berbagi File Lebih Seru

Nikmati Paket Hemat File Sharing Tanpa Batas Hingga 90% 

 

Selamat Tahun Baru Imlek 2021! Gong Xi Gong Xi! 

Tahun baru berbagi file lebih seru dengan promo spesial dalam rangka tahun baru imlek 2021! Nikmati penawaran bundling spesial persembahan dari Zettagrid Indonesia, penyedia layanan Cloud Computing lokal Tier IV, yaitu layanan file sharing sebesar 10TB dari Nextcloud dan Arupa Object Storage hanya dengan membayar Rp 1,000,000 selama satu bulan dari harga normal sebesar Rp 12,500,000. Tidak hanya itu, anda juga berhak mendapatkan keuntungan lainnya sebagai berikut:

  •  Kapasitas performance hingga 2 GHz, 4 GB RAM, dan 10 TB
  •  Free maintenance
  •  Free installation

Wah kapan lagi bisa berbagi file dengan mudah, nyaman, aman dan tanpa batas dengan Nextcloud dan Arupa Object Storage. Yuk segera berlangganan! Karena promo hanya berlaku mulai dari 12 Februari 2021 – 12 April 2021. 

Tunggu apa lagi? Ayo order sekarang dan rayakan tahun kerbau logam ini bersama penawaran dari Zettagrid Indonesia! Tertarik untuk berlangganan atau ingin mendapatkan infromasi selengkapnya? Hubungi kami melalui email di sales@zettagrid.id atau telpon di 0811-28-38-78.

How Cloud Computing Can Help Enterprise Facing Future IT Challenges

cloud enterpriseHow Cloud Computing can help Enterprise Facing Future IT Challenges

As technology evolves and shifts digitally, many organizations now are adapting and developing their infrastructure as well. Ranging from lifestyle, education, healthcare, and even business industry are now into digital for the better development process. By seeing this, of course, we can conclude that technology has opened up many opportunities and automation for industries. Therefore, it is no doubt that technology has made all activities become easier now.

Although its development has come with a good prospect for industries, digital technology could also cause cybersecurity threats. According to Gartner, the number of Internet of Things (IoT) devices that doubled every five years has created security risks that must be mitigated. Not only that, but the expansion of digital technology would also make organizations keep maintaining their infrastructure for their business continuity in the future. Therefore, solutions are needed by organizations to face these IT challenges.

Gartner has predicted a few cores that will help enterprises through the digital era and business challenges. Read them below here:

1.  Isolated or segmented network devices will stand stronger against cyber attacks

Gartner expects more than 15 billion IoT devices will connect to the enterprise infrastructure by 2029. Corporate, guest, trusted and untrusted devices all pose a risk to the enterprise if IT leaders do not properly coordinate when and how they will be connected.

It is not uncommon for IT organizations to find IoT devices on their networks that they did not install, secure, or manage themselves. These are the devices that can be hacked in as little as three minutes, with breaches taking six months or more to discover. Therefore, it is important for enterprises to be aware of this cyber-attack. But, how to prevent this? 

  • Enterprise could rally the entire organization to agree on a common governance structure for device connectivity. Without one, IT organizations will risk losing control of being able to secure the network.
  • Create a device certification process for all devices that must be passed before any device is connected to the enterprise network.
  • Be sure to include contributions from a cross-functional team, not just within IT.

By segmenting or isolating devices, enterprises will be less vulnerable to cyber threats. In fact, through 2023, enterprises that do so will experience 25% fewer successful cyberattacks.

2.  Deployment to the Cloud Computing is accelerating

According to the 2020 Gartner Cloud End-User Buying Behavior Survey, almost all organizations plan to maintain or increase IT spending on Cloud Computing in the next 12 months. The statement apparently was caused by the automation that cloud infrastructure gave for enterprises in achieving new digital services and workloads. That’s why 40% of all enterprise workloads will be deployed in Cloud Infrastructure and Platform Services (CIPS) by 2023, up from only 20% in 2020. 

Not only that, COVID-19 pandemic also resulted in a recalibration of cloud strategies, where collaboration, mobility, and Virtual Desktops are rapidly moving to the Cloud Computing for a better distributed and secure workforce. But for cloud migrations, Gartner has marked that Disaster Recovery and scale-out applications that benefit from cloud flexibility can be a good choice for enterprise to run through.

3.  Edge Computing solutions will shake out over the next 5 years

Edge Computing platforms are software and hardware that enable a zero-touch, secure, distributed computing architecture for applications and data processing at or near the edge.

Centralized, cloud-hosted management with a growing portfolio of common cloud computing and edge capabilities, have put hyper-scale cloud providers in a good position to address a range of requirements for computing closer to the edge.  Yet, by year-end 2023, only 20% of installed Edge Computing platforms will be delivered and managed by hyper-scale cloud providers (an increase from less than 1% in 2020).

Not only that, a Senior Director Analyst of Gartner, James McArthur also said Edge Computing will evolve from supporting thousands of custom patterns to merely dozens, or complementing edge solutions. That’s why it is important for enterprises to prioritize a distributed cloud-based solution as the default and future-proof edge solutions.

Zettagrid Indonesia is one of the cloud computing service providers of Infrastructure as a Service (IaaS) that offers Virtual Server, Virtual Datacenter, Backup as a Service (BaaS), and Disaster Recovery as a Service (DRaaS). We also already achieved VMware Cloud Verified which could be beneficial for our customers so they could use all automation from VMware cloud technology. If you have any further questions about cloud computing solutions, you can contact us here or by sales@zettagrid.id.

3 Dampak Yang Bisa Diakibatkan Pertumbuhan Data

dampak pertumbuhan data3 Dampak Yang Bisa Diakibatkan Pertumbuhan Data

 

Data merupakan sumber inovasi bagi bisnis. Keberadaan data saat ini tidak lagi menjadi entitas pasif yang hanya digunakan untuk mengisi arsip, tetapi data juga menjadi alat paling kuat yang digunakan oleh organisasi untuk membuat keputusan. Oleh sebab itu, data kini menjadi aspek penting yang perlu dimiliki dan dikembangkan agar bisnis bisa terus berinovasi pada layanannya.

Seiring berkembangnya penggunaan teknologi, data yang dihasilkan pun tentu ikut berkembang. IDC sempat mencatat jika data di dunia yang dihasilkan pada tahun 2020 lalu telah mencapai 59 ZB (zettabyte; 1 miliar TB). Pertumbuhan ini bahkan dikatakan meningkat secara signifikan, jika melihat tahun 2018 lalu yang telah menghasilkan 33 ZB data. Tak hanya itu, IDC juga memprediksikan jika data yang dihasilkan pada tahun 2025 mendatang akan mencapai 175 ZB. Ledakan data sudah di depan mata. Dapatkah Anda bayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya?

Beberapa hal mungkin akan dialami oleh berbagai organisasi ketika ledakan data terjadi. Bahkan, penelitian dari Universitas Fudan di China sempat mengemukakan tentang dampak yang mungkin akan muncul ketika pertumbuhan data kian masif. Penasaran apa saja dampak tersebut? Simak selengkapnya di bawah ini:

1. Sulit menentukan data yang dibutuhkan

Jika sebelumnya bisnis mampu menemukan data yang relevan dan kredibel untuk pengembangannya, maka di tahun 2025 hal ini justru akan sulit untuk dilakukan. Pasalnya, ketika ledakan data terjadi, data yang tersimpan baik di sistem komputer maupun internet akan berlipat ganda setiap 12 jam sekali. Bahkan IDC pun mengatakan 1,5 kali jumlah data yang dikonsumsi saat ini tidak akan bisa lagi digunakan di tahun 2025.

2. Sulit membagikan data

Salah satu tujuan penggunaan komputer adalah memudahkan bisnis untuk membagi data. Namun, jika data yang dihasilkan saja kian meningkat sepanjang waktunya, maka hal ini akan menyulitkan bisnis untuk membagikan datanya melalui jaringan komputer ke media lain. 

Bayangkan jika hal ini terjadi dan Anda tidak memiliki penyimpanan data dan teknologi yang kompatibel, ini pastinya akan menyulitkan bisnis untuk berkembang dan berinovasi. Oleh sebab itu, sebelum hal ini datang menerpa bisnis, ada baiknya Anda mempertimbangkan solusi penyimpanan yang tepat untuk bisnis Anda.

3. Kesulitan menjaga data agar tetap konsisten

Salah satu dampak yang mungkin terjadi ketika bisnis mengalami ledakan data adalah sulitnya menjaga data agar tetap konsisten. Peneliti dari Fudan University mengungkapkan bahwa inkonsistensi data dapat dilihat ketika kita melakukan pengambilan kueri objek yang sama di website lain dan hasil yang didapatkan ternyata berbeda. Maka dari itu, bisnis akan sulit untuk menentukan data yang sesuai jika jumlah data yang tumbuh terus meningkat setiap tahunnya.

Dari beberapa dampak tersebut tentu dapat dimaknai bahwaledakan data bisa menyulitkan bisnis untuk menyimpan maupun mengakses data secara tepat. Bahkan lebih dari itu, bisnis juga bisa kehilangan peluang serta keuntungan yang didapat dari aset dan data yang dimiliki. Sebagai pelaku usaha, Anda pastinya tidak ingin hal tersebut juga terjadi kepada bisnis Anda, bukan? Dari pada menunggu ledakan data menerpa bisnis, ada baiknya Anda pertimbangkan solusi dan teknologi yang memadai untuk hadapi pertumbuhan data yang kian masif.

Arupa Cloud Nusantara yang dibawahi oleh Zettagrid Indonesia menghadirkan solusi Arupa Object Storage untuk membantu bisnis hadapi pertumbuhan data. Dengan kapasitas penyimpanan yang cepat dan mudah diskalakan hingga bilangan exabytes, kini bisnis tidak perlu lagi khawatir untuk hadapi ledakan data yang kian meningkat. 

Tertarik untuk mengetahui solusi Arupa Object Storage lebih lanjut? Diskusikan bersama kami di sini atau melalui tim kami ke sales@zettagrid.id.

Bagaimana Cara Memilih Layanan DRaaS?

memilih layanan DRBagaimana Cara Memilih Layanan DRaaS?

Dalam mengembangkan bisnis, situasi bencana seperti sekarang merupakan salah satu ancaman umum yang harus dihadapi. Tak hanya itu, bahkan keberadaan bencana alam kerap kali membawa risiko tersendiri bagi para pengusaha. Mulai dari terhentinya operasional bisnis, rusaknya infrastruktur gedung, hingga hilangnya data-data penting perusahaan. Dengan melihat fenomena ini, solusi pun dibutuhkan demi menyelamatkan bisnis dari risiko bencana. Salah satunya adalah dengan menggunakan Disaster Recovery as a Service (DRaaS).

DRaaS sering kali menjadi infrastruktur pilihan bagi bisnis untuk menghindari terjadinya risiko bencana maupun Downtime. Dengan sistem yang secara khusus dibangun untuk menempatkan aplikasi, data, hingga backup data perusahaan, bisnis bisa tetap menjalankan operasionalnya dengan baik meski kedua kendala tadi menyerang. Bagi Anda yang berencana untuk memanfaatkan layanan DRaaS, berbagai hal tentunya harus dipertimbangkan oleh Anda sebelum menentukan layanan pilihan.

Berikut telah kami paparkan lima hal yang perlu bisnis perhatikan ketika memilih layanan DRaaS. Simak selengkapnya di bawah ini:

1. Performa layanan DRaaS

Saat memilih layanan DRaaS, Anda pastinya ingin layanan dapat berjalan semaksimal mungkin. Untuk itu, mengetahui dampak minimum terhadap aplikasi yang berada di Data Center primer sangat penting untuk dilakukan. Penyedia layanan DRaaS pun harus menjamin bahwa software yang digunakan untuk melindungi aplikasi pada Data Center primer memiliki dampak gangguan yang minim. Oleh karenanya, scenario uji coba DR harus dilakukan agar ekspektasi Anda bisa sesuai dengan layanan yang diberikan oleh penyedia.

2. Jaminan konsistensi dari penyedia layanan

Saat memilih layanan DR, Anda harus bisa memastikan jika penyedia layanan DR mampu memberi jaminan atas konsistensi data ketika terjadinya bencana. Biasanya konsistensi data ini mencakup aplikasi, transaksi, hingga poin-in-time (konsistensi pada waktu tertentu).

3. Recovery Point Objective (RPO)

Sistem RPO menjadi hal penting yang perlu diperhatikan dalam memilih layanan DRaaS. Pada umumya, sistem ini akan mengatur berapa lama waktu yang bisa ditoleransi dalam kehilangan data ketika terjadinya bencana. Jika RPO terjadi selama 15 menit, maka data yang akan direplikasi dari Data Center primer ke Data Center sekunder adalah setiap 15 menit.

Perlu diketahui, sistem RPO ini turut dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu besar perubahan data (delta data) dan besarnya bandwidth untuk replikasi. Jadi bisa dikatakan untuk mencapai RPO dengan jangka waktu 15 menit, organisasi membutuhkan sekitar 4 Mbps (Mega bits per second) untuk 300 MB (Mega Bytes) delta data.

4. Recovery Time Objective (RTO)

Pada sistem ini akan diatur berapa lama Data Center sekunder bisa beroperasi setelah Data Center primer terjadi bencana. Oleh karenanya, sistem ini pun ikut menjadi pertimbangan agar Anda dapat mengetahui jeda waktu yang dibutuhkan ketika kendala terjadi.

5. Lokasi

Selain keempat poin di atas, lokasi Data Center sekunder pun menjadi salah satu aspek penting dalam pemilihan layanan DR. Ini dilakukan mengingat jarak penyimpanan antara Data Center primer dan sekunder harus mencapai radius minimal 30 km untuk sistem terbaik. Tak hanya itu, jarak lokasi penyimpanan ini juga akan mempengaruhi biaya WAN dan latency. Oleh sebab itu, untuk memaksimalkan kinerja DR, ada baiknya pemilihan lokasi yang tepat perlu dilakukan.

Sebagai penyedia layanan infrastruktur cloud lokal, Zettagrid Indonesia menawarkan layanan Disaster Recovery as a Service (DRaaS) untuk mendukung keberlangsungan bisnis Anda. Dengan dua lokasi Data Center yang bertempat di Jakarta dan Cibitung serta telah bersertifikasi Tier IV, data Anda akan aman terjaga pada infrastruktur cloud Zettagrid. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai layanan cloud kami, Anda dapat menghubungi kami di sini atau melalui sales@zettagrid.id.

How Object Storage Helps Your Ever-Expanding Data Management

object storage

How Object Storage Helps Your Ever-Expanding Data Management

Seiring dengan berkembangnya teknologi, data di dunia juga turut serta meningkat pesat setiap saat. Bahkan IDC memprediksi data di dunia selama 2020 lalu telah mencapai lebih dari 59 ZB. Lalu, apa yang akan tejadi jika terjadi ledakan data? Bagaimana mengelola data yang selalu bertambah setiap saatnya dengan baik dan aman sehingga bisnis anda dapat tetap memanfaatkan potensial data yang dihasilkan setiap saat?

Temukan jawabannya di “Zettagrid e-TechDay Vol.07: How Object Storage Helps Your Ever-Expanding Data Management”

Detail event:

Wednesday, 3 February 2021

14.00 – 16.00 WIB

Zoom Meetings

Speaker: Bobby Sidharta, Project Manager Arupa Cloud Nusantara

Link to register:

Daftarkan diri anda sekarang dan dapatkan kesempatan untuk memenangkan OVO cash senilai ratusan ribu Rupiah!